Inilah salah satu buku yang berlatar belakang pengalaman pribadi saya sendiri. Sewaktu remaja saya tumbuh menjadi perempuan yang menderita virus minder stadium akut. Saking akutnya stadium itu hingga membuat saya mengisolir diri dari pergaulan, which is saya menyangka justru tidak ada orang yang menyukai saya.
Masa-masa itu paling menderita buat saya. Saking sedikitnya bergaul, maka pengalaman organisasi pun minim, dan bisa ditebak, begitu lulus kuliah saya menganggur hingga tiga tahun. Rasanya apa pun usaha saya untuk meningkatkan kualitas diri tak pernah cukup untuk membuat saya diterima bekerja. Kursus ini-itu tak ada hasil, dan pada masa itu kebanyakan meminta saya buka jilbab untuk bisa bekerja.
Well, saya manusia biasa. Hampir saya benar-benar buka jilbab karena putus asa. Untung Allah masih menggiring saya ke jalan yang benar. Singkat cerita saya mendapatkan kerja setelah tiga tahun menganggur (dan nggak ngapa-ngapain, saking mindernya) sebagai reporter majalah Islami.
Dan ternyata pengalaman minder itu merupakan karunia luar biasa karena saya jadi menemukan jatidiri saya di bidang kepenulisan. Karena minder dan merasa tak banyak yang menyukai saya, maka pelampiasan utama tatkala curhat ialah: dear diary. Bisa ditebak kemampuan menulis saya terasah di sana, hingga saya menemukan cara penyembuhan diri. Pelan-pelan saya bergabung di organisasi, remaja masjid yang melatih saya untuk berani mengeluarkan opini dan beragumen. Kini minder itu terkadang masih menyelusup, namun bisa dikendalikan dan diarahkan ke jalan positif.
Dalam buku ini saya share pengalaman saya saat terserang minder akut dan berbagi tips untuk mengendalikannya. Apa pun yang terjadi dalam hidup, selayaknya disyukuri, bukan untuk dihujat atau disesali. Coba kalau saya tidak minder akut dulu, apakah buku ini bisa hadir? So, bagi yang minder atau punya saudara/keluarga/teman yang terserang minder stadium parah, bisa membaca buku ini, semoga menemukan hikmah.
No comments:
Post a Comment