Saturday, July 10, 2010

Narsis Bareng dan Barter Karya dengan Ratna Listy

“Aku nggak pernah menyesali segala sesuatu yang telah terjadi,” ujar Host reality show Bedah Rumah ini. 

Keluarganya adalah rakyat kebanyakan, pas-pasan, yang membuatnya bertekad harus mencapai tangga kesuksesan.

Hobi menyanyi menjadi tonggak awal kemandirian ibu dua anak asal Madiun ini. Sejak SMP, Ratna yang bertempat tinggal di Kota Wisata-Cibubur ini rajin ikut lomba nyanyi dan sering dapat hadiah berupa uang.

“Lumayan buat nambah jajan aku,” katanya tersenyum.

Hidup di keluarga yang sederhana, malah menggembleng mental artis berkulit putih yang amat ramah ini. Ia berhasil mendapatkan beasiswa ketika SMA dan meneruskan kemandiriannya melalui bidang tarik suara.

“Biasanya aku nyanyi di acara-acara kawinan, acara bupati, walikota, event-event pejabat gitulah,” sahut perempuan kelahiran 2 Agustus 1973 ini. 

Lulus SMA, ia berhasil tembus ujian masuk universitas negeri dan kuliah di Universitas Brawijaya, Malang, sekitar 5 jam dari Madiun.
“Aku kost kan, akhir minggu masih suka dapat panggilan nyanyi di Malang, jadi aku pasti pulang.

” Untuk menghemat transpor, Ratna rela ngeteng kendaraan umum, biar ongkosnya hanya 3.000 rupiah, “Kalo pake travel kan 6.000,” ia ketawa mengingat honor nyanyinya saat itu hanya sekitar 10.000 rupiah.

Itulah sekelumit kisah perjuangan artis Ratna Listy yang termaktub di buku saya “Time To Show Off, Tips Jadi Remaja Mandiri Finansial” terbitan GIP ini. 

Alhamdulillah buku ini cetak ulang dan saya mendapatkan masukan melalui imel, fb, dan fs dari para pembacanya.

Sebenarnya sudah lama saya mewawancarai Mba Nana, begitulah Ratna Listy biasa disapa. Sekitar tahun 2008, namun baru hari ini (10 Juli 2010) saya berkesempatan leyeh-leyeh di rumahnya sekalian memberikan buku saya. Ehhh... malah barter, Mba Nana memberikan saya album terbarunya, Laras Pesisiran yang berbahasa Jawa.

Mulailah kita narsis, dijepretin sama Dewi Nurcahyani, adiknya Mba Nana, which is salah satu teman baik saya sejak jadi reporter di Majalah Muslimah. Dasar potograper, pake kamera pocket aja teteuuup riweuh nyari setting dan angle yang ciamik. Sebagai model *halah* kita mah pasrah bae.
Indahnya silaturahim.

Thursday, July 8, 2010

Perawan Surga

Dominiq ingin masuk Islam. Meski begitu Domi belum mengabari keluarganya. Domi takkan tahan melihat raut kecewa mereka. Lebih tak sanggup lagi ia berhadapan dnegan Riyo, kekasihnya. Ya, Domi pun memilih untuk melarikan diri ke Batamm berlibur ke rumah Om dan Tantenya. Domi menghindar dari Riyo, dari senyumnya, tatapannya, dan pertanyaan-pertanyaannya tentang hubungan mereka. Domi terpaksa berbohong pada mereka semua, hanya untuk mengambil waktu sejenak... guna memperoleh dukungan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan imam Masjid.

Kini Domi seorang mualaf. Hatinya semakin tenang dan mantap. Namun ketika ia kembali ke Jakarta, Domi merasa Allah tak bersikap adil kepadanya. Mengapa bersamaan dengan pengakuannya di hadapan keluarga dan kekasihnya, mereka malah ditimpa ujian berat? Mengapa kehijrahannya malah disambut petaka? Mengapa? Domi tak habis pikir.

Ayah di penjara akibat kasus korupsi, harta mereka ludes disita. Dari rumah gedong mereka harus mengontrak di pinggiran. Dengan sisa-sisa harapan dan kekuatannya, Domi berjuang mempertahankan keutuhan keluarga dan keimanannya. Kuat kah Domi?


Wednesday, July 7, 2010

Time To Show Off: Tips Remaja Mandiri Finansial

Mengingat masa 'kelam' saya dahulu kala, saat menganggur tiga tahun tanpa berbuat hal-hal yang kreatif, saya membuat buku ini untuk memberikan tips bagi generasi muda yang ingin memanfaatkan minat/hobi/bakatnya dalam mencari penghasilan tambahan.

Dulu saya punya teman orang Cina yang gigih dan tanpa malu-malu berdagang di kampus. Apa saja didagangin, dari aksesoris rambut, perhiasan imitasi, baju, pokoke yang bisa dijual dia jual, padahal dia bukan dari kalangan tidak mampu. Terus-terang saya salut dengan semangat dan rasa percaya dirinya. Orang-orang macam itulah yang cepat menuai sukses di kemudian hari. Sementara kita (termasuk saya) lebih dikuasai gengsi, malu, malas, dan sejenisnya, sehingga menunda aksi-aksi yang membentuk masa depan cemerlang.

Dalam buku ini, saya mengajak para remaja sejak dini sudah berani mencari penghasilan/uang jajan tambahan. Tujuan utamanya sebenarnya bukanlah uang, tapi membentuk mental wirausaha, jiwa sosial, memperluas pergaulan, dan aktualisasi diri. So, janganlah menjadikan uang sebagai pondasi awal, tapi mencari pengalaman seraya mengasah kemampuan atau keahlian. Seiring berjalannya waktu, uang akan mengikuti upaya maksimal kita.

Alhamdulillah buku ini cetak ulang dan saya sering mendapat masukan atau curhatan melalui friendster atau facebook dari pembaca. Dengan senang hati saya berbagi asal itu bermanfaat. Jadi wahai para generasi muda, manfaatkanlah waktu muda dan sehatmu dengan karya-karya yang bermanfaat, bernilai ibadah, dan menghasilkan. 

Minder Itu Nikmat


Inilah salah satu buku yang berlatar belakang pengalaman pribadi saya sendiri. Sewaktu remaja saya tumbuh menjadi perempuan yang menderita virus minder stadium akut. Saking akutnya stadium itu hingga membuat saya mengisolir diri dari pergaulan, which is saya menyangka justru tidak ada orang yang menyukai saya.

Masa-masa itu paling menderita buat saya. Saking sedikitnya bergaul, maka pengalaman organisasi pun minim, dan bisa ditebak, begitu lulus kuliah saya menganggur hingga tiga tahun. Rasanya apa pun usaha saya untuk meningkatkan kualitas diri tak pernah cukup untuk membuat saya diterima bekerja. Kursus ini-itu tak ada hasil, dan pada masa itu kebanyakan meminta saya buka jilbab untuk bisa bekerja.

Well, saya manusia biasa. Hampir saya benar-benar buka jilbab karena putus asa. Untung Allah masih menggiring saya ke jalan yang benar. Singkat cerita saya mendapatkan kerja setelah tiga tahun menganggur (dan nggak ngapa-ngapain, saking mindernya) sebagai reporter majalah Islami. 

Dan ternyata pengalaman minder itu merupakan karunia luar biasa karena saya jadi menemukan jatidiri saya di bidang kepenulisan. Karena minder dan merasa tak banyak yang menyukai saya, maka pelampiasan utama tatkala curhat ialah: dear diary. Bisa ditebak kemampuan menulis saya terasah di sana, hingga saya menemukan cara penyembuhan diri. Pelan-pelan saya bergabung di organisasi, remaja masjid yang melatih saya untuk berani mengeluarkan opini dan beragumen. Kini minder itu terkadang masih menyelusup, namun bisa dikendalikan dan diarahkan ke jalan positif.

Dalam buku ini saya share pengalaman saya saat terserang minder akut dan berbagi tips untuk mengendalikannya. Apa pun yang terjadi dalam hidup, selayaknya disyukuri, bukan untuk dihujat atau disesali. Coba kalau saya tidak minder akut dulu, apakah buku ini bisa hadir? So, bagi yang minder atau punya saudara/keluarga/teman yang terserang minder stadium parah, bisa membaca buku ini, semoga menemukan hikmah.